Kamis, 13 Agustus 2020

20 nikmat lainnya yang Tuhan berikan kepada kita! Mampukah kita membalasnya?

 Siti Hasian Br Damanik, Alyanda firzanni

XI-IPA-2

SMA NEGERI 16 MEDAN


1 . Nikmat memiliki akal untuk berfikir

  Kita harus bersyukur sebagai makhluk Allah yang diciptakan sebagai manusia yang memiliki akal untuk berfikir dan berlogika. Karena dengan nikmat itulah kita dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

2. Nikmat lahir dalam keadaan utuh

 Nikmat ini termasuk Nikmat Fitriyah. Maksud dilahirkan dalam keadaan utuh disini yaitu dilahirkan dengan anggota tubuh yang lengkap / tanpa catat. Seperti halnya diberi penglihatan sehingga dapat melihat alam ciptaan Tuhan yang indah ini dan dapat bergerak sesuai apa yang kita inginkan. Kita harus bersyukur dengan hal ini karena masih banyak orang yang membutuhkan kehidupan seperti ini.

3.Nikmat diberikan alam sekitar kita

Nikmat ini termasuk nikmat Alamah yang mana kita diberikan air, udara , pepohonan dan sebagainya. Kita tidak mungkin bisa hidup jika tidak ada nikmat ini. Masih banyak orang-orang yang kekurangan air dan udara yang sehat. Karena itulah kita harus bersyukur.

4. Nikmat dilahirkan sebagai muslim

Nikmat inilah yang sering terlupakan oleh muslim dan muslimah. Padahal karena nikmat inilah kita hanya perlu mengikuti semua aturan agama yang mana akan membawa kita menuju surganya Allah. Saat kita bersyukur terlahir sebagai muslim, maka rasa syukur tersebut akan menjadikan diri kita hamba yang lebih takwa dan berada pada golongan orang-orang yang beriman.

5. Nikmat diberikan cobaan

Semakin kita mendekat ke jalan yang benar pasti lebih banyak rintangan dan cobaan yang akan kita dapatkan. Mengapa demikian? Karena ketika kita berhasil melewatinya maka semakin kokoh juga keimanan kita. Dan di setiap cobaan pasti ada jalan keluarnya. Allah SWT tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambanya. Saat diberikan cobaan kita tidak boleh menyerah dan mengeluh, namun bersyukurlah karena itu pertanda bahwa Allah sedang menguji dan ada kebahagiaan yang akan datang.

6. Nikmat mempunyai tempat tinggal

Rumah adalah tempat dimana kita bisa melepas lelah kita dan tempat yang mana sangat memberi kenyamanan tersendiri. Dengan adanya tempat tinggal kita akan merasa lebih aman dan tenang.

7. Nikmat bisa makan dan minum

Setiap manusia pasti membutuhkan makan dan minum namun tidak semuanya bisa makan dan minum kapan saja ia mau. Bersyukurlah kita bisa makan dan minum saat kita lapar dan haus. Serta saling berbagilah kita karena rasa peduli itu penting.

8. Nikmat dilahirkan dengan orang tua yang lengkap

 Orang tua adalah segalanya bagi kita , coba bayangkan jika ibu kita meninggal saat melahirkan kita atau ayah yang menjadi pahlawan kita di dunia meninggalkan kita, pasti rasanya sangat sakit. Sulit hidup tanpa adanya orang tua dalam kehidupan kita, karena itulah kita harus bersyukur, apapun pekerjaan orang tua kita dan siapapun ia, bersyukurlah  karena dia ada di dunia ini dan buatlah ia sebahagia mungkin karena mempunyai kita.

9. Nikmat terlahir sesudah masa penjajahan

Kita bisa bersekolah dengan aman dan tenang dimasa sekarang ini ,tidak seperti masa dimana hanya orang-orang tertentu yang dapat bersekolah. Kita tidak merasakan tangisan ketakutan karena suara-suara tembakan karena kita tidak merasakan masa penjajahan tersebut. Kita patut bersyukur bisa hidup dimasa yang mana kita semua mempunyai hak asasi.

10. Nikmat rezeki

Sesungguhnya sekecil apapun rezeki yang kita terima jika kita syukuri pasti akan begitu besar rasanya dan sebesar apapun rezeki yang diberikan ,jika kita tidak bersyukur maka akan tetap ada rasa kurang dan kurang.

 11.Nikmat kesehatan

     Dalam keadaan sehat kita patut bersyukur kepada Allah , banyak orang diluar sana yang sedang sakit sangat menginginkan sembuh. Dan sehat tidak akan pernah bisa kita bayar . Kadang orang sakit pun sudah bayar berjuta juta uang tapi mereka ada juga yang tidak bisa sembuh. Jadi apakah kita yakin tidak mensyukuri nikmat kesehatan? Apakah kita ingin sakit? Sudah jelas tidak . Jadi untuk itu , didalam keadaan kita yang sehat ini kita harus bersyukur.

12.Nikmat ilmu

Banyak orang sepele dengan ilmu , kita hidup di zaman sekarang yang sangat mudah mendapatkan ilmu dan seharusnya kita harus bersyukur akan itu. Banyak daerah daerah terpencil yang sangat susah mencari ilmu . Bahkan mereka rela melewati berbagai rintangan untuk mencari ilmu. Nah kita yang sangat mudah mendapatkan ilmu , dengan gadget , internet dan sekolah yang dekat dengan rumah kita , apakah kita yakin tidak bersyukur atas hal itu? Apakah kita sanggup untuk membayarnya?

13. Nikmat hujan

     Hujan diturunkan Allah dan kita harus bersyukur akan itu. Karena dengan diturunkannya hujan kita mendapatkan air . Apakah kita yakin bisa membayar setiap tetesan hujan yang turun? Coba bayangkan dalam setahun saja hujan tidak turun , apa yang akan terjadi? Kita pasti akan merasa tersiksa , jadi untuk itu syukuri lah setiap kali hujan turun.

14. Nikmat anggota tubuh yang lengkap

     Memiliki anggota tubuh yang lengkap itu harus kita syukuri , kita seharusnya lebih menjaga dan merawat seluruh anggota tubuh kita sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap nikmat Allah. Jika ada saja salah satu anggota tubuh kita yang hilang pasti kita akan sangat merasakan kesusahan.lalu seberapa sanggup kita membayar anggota tubuh?

15. Nikmat harta

     Bagi kita yang cukup akan harta ataupun rezeki yang cukup dan bahkan lebih kita harus selalu bersyukur karena dititipkan nya harta itu kepada kita oleh Allah. Jagalah dan bawalah harta itu selalu ke jalannya Allah agar harta yang kita gunakan itu diridhai oleh-nya.

16. Nikmat tanah

     Apakah kita bisa membayar setiap tanah yang ada di bumi ini? Lalu bagaimana jika nikmat tanah dicabut oleh Allah ? Apakah kita yakin masih bisa bertahan hidup? Jadi untuk itu kita harus mensyukuri nikmat tanah ini seperti selalu menjaga dan merawat nya.

17. Nikmat mendengar

     Coba bayangkan jika kita tidak dapat mendengar satu hari saja , apakah yang kita rasakan ? Pasti kita akan merasakan seperti dunia ini senyap , lalu bagaimana untuk mereka yang tidak memiliki indra pendengar? Mereka saja masih tetap bersyukur karena masih bisa hidup , lalu bagaimana dengan kita yang diberikan nikmat mendengar? Apakah kita sanggup membayar nikmat ini selama kita hidup?

18. Nikmat bergerak

Saat ini dengan mudahnya kita bergerak menggunakan tangan untuk mengambil atau melakukan sesuatu , kaki untuk berjalan . Jika saja setiap kita berjalan atau bergerak kita harus membayarnya? Kira kira berapa ya yang harus kita bayar? Dalam satu hari saja kita tidak bisa menghitung berapa kali kita bergerak , bagaimana bisa kita membayarnya? Jadi untuk itu kita harus bersyukur akan nikmat Allah ini .

19. Nikmat kecerdasan

     Banyak orang orang terpilih yang diberikan Allah nikmat cerdas , mereka mampu dengan mudah memahami sesuatu. Lalu banyak juga orang yang sulit untuk menangkap ilmu walaupun mereka sudah membayar kesana kesini hanya agar menjadi cerdas. Lalu bagaimana dengan hal itu? Jadi untuk itu kita wajib sekali untuk bersyukur dan jika kita masih belum mendapatkan nikmat cerdas bersabar lah dan terus ikhtiar dan berdoa.

20. Nikmat air

     Air banyak kita jumpai sumbernya , dari lautan maupun daratan. Air adalah sumber kehidupan manusia. Memang kita bisa membayar air , tapi bagaimana jika air dari berbagai sumber dihilangkan oleh Allah ? Bagaimana kita bisa hidup? Dan apakah kita bisa membayar air yang ada di dalam lautan itu? Jadi kita harus bersyukur atas nikmat air ini.

Mampukah kita membalasnya?

ð  Sebagai makhluk Tuhan yang masa kuasa mana kita tidak akan membalasnya, karena kenikmatan yang diberikan sungguh begitu banyak , kita tidak akan mampu menghitung kenikmatan yang Tuhan berikan kepada kita. Karena itulah sebagai hambanya kita harus selalu bersyukur dan menaati semua aturan dan menjauhi semua larangan yang telah Allah tentukan. Dan jangan pernah kita meninggalkan sholat karena sholat itu bukti bahwa kita adalah hambanya dan teruslah berdoa untuk kebaikan kita kepadanya, karena kita yang butuh Allah bukan Allah yang butuh kita. Syukurilah semua yang telah diberikan kepada kita di dunia ini karena bagaimanapun dunia ini hanya sementara.




Jumat, 25 Oktober 2019

Komponen-komponen Psikologi dalam Perspektif Islam, UIN SUMATERA UTARA

Makalah

KOMPONEN-KOMPONEN PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dan diseminarkan pada Mata Kuliah Psikologi Islam







Disusun Oleh :

DTM AYUB AZHARI
3003183056



SEM/PRODI : III – S2 / PENDIDIKAN ISLAM (PEDI-A)


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Komponen-komponen psikologi bermakna konsep-konsep dasar yang merupakan asumsi dasar bagi pembentukan teori psikologi islam. Asumsi-asumsi dasar tersebut di formulasi dari pemahaman yang mendalam terhadap konsep-konsep Al-Quran tentang manusia. sedikitnya ada empat elemen dasar yang dijadikan sebagai pembentukan teori psikologi islam, yakni teori tentang psikis jiwa manusia, teori tentang struktur motivasi, teori tentang struktur pemenuhan kebutuhan manuisa jiwa manusia dan teori tentang struktur kebenaran yang digunakan dalam psikologi islam.
Psikologi islam adalah pandangan islam terhadap ilmu psikologi modern dengan berbagai aspek. Psikologi islam merupakan usaha untuk membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik dari Al-Quran ataupun Hadist.
Maka pada pembahasan dimakalah ini,membahas tentang komponen-komponen psikologi dalam perspektif islam yang didasari dari empat elemen yakni, teori tentang psikis jiwa manusia, teori tentang struktur motivasi, teori tentang struktur pemenuhan kebutuhan manuisa jiwa manusia dan teori tentang struktur kebenaran.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Struktur Pisikis Manusia Menurut Islam
Adapun dalam Islam, karakter dasar penciptaan manusia bukan hanya pada aspek naluriah semata. Di samping itu ia memiliki potensi-potensi positif yang diberikan oleh Allah kepada dirinya guna menyempurnakan kekurangannya, seperti akal dengan daya rasa dan daya pikirnya, fitrah bertuhan, rasa etik, rasa malu, ilham, firasat, kemudian diberikan petunjuk al-Qur’an dan petunjuk Nabi SAW sebagai penyempurnanya. Selain itu, ia juga adalah makhluk yang memiliki iradah (kehendak-kehendak yang mulia), bebas menentukan tingkah lakunya berdasarkan pikiran dan perasaannya. Dengan kelengkapan-kelengkapan yang diberikan Allah ini, ia bisa menjadi makhluk yang sempurna, tidak hanya dikuasai oleh aspek biologisnya. Dengan segala potensi dan kelebihan ini ia pun menjadi makhluk yang memiliki tanggung jawab melestarikan alam, menyejahterakan manusia dan tanggung jawab kepada Tuhan atas segala tingkah lakunya serta kewajiban mencari rida-Nya.[1]
Manusia memiliki dimensi ganda, yaitu jiwa dan raga, atau rohani dan jasmani. Allah SWT menerangkan hal ini dalam firman-Nya:
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي خَٰلِقُۢ بَشَرٗا مِّن صَلۡصَٰلٖ مِّنۡ حَمَإٖ مَّسۡنُونٖ فَإِذَا سَوَّيۡتُهُۥ وَنَفَخۡتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُۥ سَٰجِدِينَ 
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (Q.S al-Hijr: 28-29).[2]
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan fisik atau jasmani manusia dari tanah, kemudian meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuhnya. Subtansi roh (Nafs Tamyiz) bahwa  Kata “tamyiz” dalam bahasa Arab berarti memisahkan dan membedakan antara sesuatu dengan yang lain.[3] Dari makna bahasa ini dapat dipahami bahwa nafs tamyiz berarti, nafs atau roh yang mampu mengidentifikasi atau membedakan antara suatu objek dan objek lainnya melalui potensi-potensi yang merupakan substansi dirinya. Seperti potensi indra untuk membedakan satu entitas dengan entitas lain, dan potensi akal untuk membedakan baik dan buruk, benar-salah, dan lain sebagainya. Lebih lanjut tentang potensi-potensi diri (nafs tamyiz) ini adalah sebagai berikut:
1.      Akal
Secara etimologi, kata akal berasal dari bahasa Arab: ‘aqala, ya‘qilu, ‘aqlan yang berarti mengikat atau menahan dan membedakan.[4] Sementara di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata akal dimaknai dengan daya pikir, pikiran, dan ingatan.[5] Pemaknaan bahasa Arab yang menggunakan kata kerja di atas (mengikat atau menahan dan membedakan) identik dengan kemampuan atau kekuatan mengikat dan membedakan, yang dalam KBBI disebut sebagai daya pikir, bukan pikiran dalam arti obyek yang dipikirkan (mutafakkar fihi) atau buah pikiran (fikrah). Dari pengertian etimilogis ini dapat dipahami bahwa akal merupakan daya yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menahan atau mengikat (mengendalikan) pemiliknya dari perbuatan buruk dan jahat, serta untuk membedakan antara yang baik dan buruk. Jika akal bukan pikiran itu sendiri, tetapi kekuatan atau daya berpikir, maka akal lebih tepat jika diistilahkan sebagai substansi yang bisa berpikir.[6]
Ketika melakukan proses berpikir manusia memiliki cara atau mekanisme berpikir, yaitu cara kerja akal itu sendiri, berupa fungsi-fungsi kognitif seperti: mengenal, mengetahui, mengingat, menyadari, berimajinasi, bernalar, berintuisi, dan sebagainya. Sementara buah pikiran adalah hasil yang ditimbulkan dari proses berpikir.[7]
Dengan demikian, kata “akal” memiliki medan makna yang lebih luas. Daya pikir hanyalah satu unsur kelengkapan akal. Kelengkapan lainnya ialah daya rasa. Akal yang lengkap adalah jalinan antara daya pikir dan daya rasa. Dalam menimbang baik dan buruk, benar dan salah, manusia tidak hanya berpikir, tetapi juga merasa.
2.      Indra
Substansi roh lainnya selain akal misalnya adalah indra melihat, mendengar, mengecap, meraba, mencium, dan merasa. Semua itu adalah bagian dari substansi roh. Bukan substansi nafs hayah. Hal ini dapat kita perhatikan ketika seseorang sedang tertidur. Fisiknya tetap hidup, masih bernafas, bahkan masih bisa bergerak walaupun tidak leluasa, tetapi potensi indranya telah hilang. Ia tidak lagi bisa melihat, mendengar, atau berpikir. Nafs tamyiz orang yang tidur telah dicabut, tetapi nafs hayah-nya masih tetap ada. Ini pula yang dialami oleh bayi yang belum berumur empat bulan, hanya baru memiliki substansi nafs hayah, karena roh belum ditiupkan kepadanya. Fisiknya hidup, tetapi belum mempunyai roh, layaknya orang tidur. Nabi SAW mengajarkan kita berdoa setelah bangun tidur: “Segala puji bagi Allah yang telah mengembalikan rohku kepadaku, menyehatkan jasadku dan mengizinkan aku berdzikir kepada-Nya” (HR. Nasai). Hadis ini menunjukkan bahwa ketika tidur, roh manusia meninggalkan jasadnya, tetapi ia masih tetap memiliki hayah (kehidupan).[8]
3.      Tenaga
Tenaga di sini adalah daya yang menjadikan manusia mampu bergerak. Potensi ini adalah bagian dari substansi roh, seperti halnya indra. Manusia bisa saja kehilangan tenaganya seperti pada orang yang lumpuh. Sama halnya dengan seorang yang kehilangan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, atau peraba.[9]
4.      Naluri/Insting
Naluri (gharizah) juga bagian dari substansi roh, yang juga dimiliki oleh manusia dan hewan, namun tidak dimiliki oleh tumbuhan. Pada naluri/insting inilah letak syahwat kemaluan dan syahwat perut manusia, karena ia tidak berada di daya pikir ataupun daya rasa. Makan, minum, dan hubungan badan adalah kebutuhan-kebutuhan yang tidak akan terlepas dari manusia dan hewan, keduanya sama-sama memiliki syahwat tersebut. Oleh karena itu, seorang yang daya rasa, daya pikir, dan indranya tidak digunakan untuk mendengarkan dan memikirkan ayat-ayat Allah, tetapi hanya mementingkan naluri syahwatnya, ia dinilai sama derajatnya dengan binatang, bahkan lebih buruk, karena binatang tidak punya akal untuk menilai baik-buruk.[10]
5.      Fitrah
Substansi roh lainnya adalah fitrah. Fitrah perupakan ‘program’ bawaan roh manusia yang menjadikannya selalu merasa bahwa ia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Allah menyematkannya di dalam roh sebelum ditiupkan ke dalam rahim ibunya. Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi” (QS. al-A`raf: 172). Persaksian ini bukanlah sesuatu yang diingat oleh akal, tetapi sesuatu yang dirasakan oleh jiwa. Oleh karena itu, bagaimanapun ateis-nya seorang manusia, ketika ia dalam kondisi darurat yang mengancam jiwanya maka dimensi roh ini akan tampil pada dirinya. Al-Qur’an mengibaratkan dengan seorang yang terombang-ambing oleh badai di tengah samudra (QS. Yunus: 22). Atau seperti seorang yang naik pesawat, lalu pesawatnya mengalami gangguan teknis dan hendak jatuh. Saat-saat genting seperti itu pasti akan memunculkan dimensi roh ini, sehingga ia akan berteriak: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku”.[11]
B.     Struktur Motivasi Menurut Islam
Dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam, ada definisi yang dikemukakan oleh pakar ilmu jiwa, bahwa motivasi adalah dorongan atau keinginan psikologis atau kejiwaan yang ada pada diri seseorang, keinginan ini mempengaruhi perilaku pada keadaan khusus untuk memenuhi apa yang dihajatkannya, keinginan ini berupa desakan-desakan atau dorongan-dorongan atau kecondongan hati untuk melakukan sesuatu.[12]
            Gejala sosial dan individu yang dicermati dalam sebuah sistem sosial atau organisasi melahirkan sebuah studi tentang perilaku organisasi. Bila dilihat dari perspektif ini, peran lingkungan dalam mengkondusifkan organisasi menjadi penting untuk dirumuskan sebagai sebuah mekanisme organisasi yang sistematis. Dalam pemahaman seperti inilah Imam Al Ghazali memandang bagaimana motivasi seseorang muncul sehingga mampu meningkatkan prestasi kerjanya. Perspektif Al Ghazali dalam motivasi didasarkan pada bukunya Ihya Ulumuddin, khususnya dalam rubu (bagian) khauf wa raja’ (takut dan harap). Menurut Al Ghazali, konsep motivasi adalah perasaan takut dan harap sebagai sarana pendakian untuk mendekatkan diri kepada Allah menuju setiap peringkat yang terpuji.[13]
Harap dan takut ini bagi Al Ghazali memiliki dua manfaat yaitu (1) sebagai daya dorong untuk melakukan perjalanan dan perkembangan mental spiritual sehingga memiliki prestasi yang terpuji, (2) menjadi kontrol atau pisau kritis terhadap perjalanan spiritual atau mental. Implikasinya, yang mendorong kita untuk maju adalah adanya rasa harap dan yang menahan kita untuk melakukan perbuatan yang tidak produktif adalah rasa takut. Di sinilah tampak urgensi peran khauf dan raja‟ sebagai motif dasar menusia dalam menggerakkan perilaku manusia di muka bumi[14]


Sumber: Al-Kaysi, 1998: 106
Menurut Al Kaysi-seorang Associates Professor dari Universitas Yarmouk, Yordania, perasaan takut dan harap kepada Allah itu termasuk motivasi dari dalam diri manusia. Pandangan Al Kaysi sendiri terhadap motivasi dalam Islam adalah sebagaimana dalam Gambar di atas.
Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi manusia terbagi kedalam dua bagian. Dorongan dari luar diri manusia, berupa adanya surga di akhirat, adanya taufik di dunia, perasaan ingin selamat dari api neraka dan musibah. Dorongan ini dicapai dengan melaksanakan banyak kebaikan dan mengurangi keburukan/kejahatan. Sedangkan motivasi dari dalam diri manusia dapat berupa cinta kepada Allah, takut kepada Allah, mengharap kepadaNya, dan malu kepada-Nya.
C.    Struktur Pemenuhan Kebutuhan Manusia Menurut Islam
Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi manusia dengan hawa nafsu (syahwat), dengan adanya hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam diri manusia.
1.      Dharuriyat (Primer)
     Menurut al-Syathibi, Dharuriyat (primer) adalah kebutuhan paling utama dan paling penting. Kebutuhan ini harus terpenuhi agar manusia dapat hidup layak. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi hidup manusia akan terancam didunia maupun akhirat. Kebutuhan ini meliputi, khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu ‘aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), dan khifdu mal (menjaga harta). Untuk menjaga kelima unsur tersebut maka syari‟at Islam diturunkan. Sesuai dengan firman Allah SWT, dalam QS. Al-Baqarah:179 dan 193.
وَلَكُمۡ فِي ٱلۡقِصَاصِ حَيَوٰةٞ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ 
Artinya :”Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Q.S al-Baqarah: 179).

وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ 
Artinya:”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zali”. (Q.S al-Baqarah: 193).[15]
     Maka dapat disimpulkan dari penjelasan di atas bawah tujuan yang bersifat dharuri adalah tujuan utama untuk pencapaiaan kehidupan yang abadi bagi manusia Lima kebutuhan dharuriyah tersebut harus dapat terpenuhi, apabila salah satu kebutuhan tersebut diabaikan akan terjadi ketimpangan atau mengancam keselamatan umat manusia baik didunia maupun diakhirat kelak. Manusia akan hidup bahagia apabila ke lima unsur tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
2.      Hajiyat (Skunder)
Kebutuhan ini maksudnya untuk memudahkan, menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsur pokok kehidupan manusia. Pada dasarnya jenjang hajiyah ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyyah. Atau lebih spesifiknya lagi bertujuan untuk memudahkan atau menghilangkan kesulitan manusia di dunia.[16]
3.      Tahsiniyat (Tersier)
Kebutuhan tahsiniyah adalah kebutuhan yang tidak mengancam kelima hal pokok yaitu khifdu din (menjaga agama), khifdu nafs (menjaga kehidupan), khifdu „aql (menjaga akal), khifdu nasl (menjaga keturunan), serta khifdu maal (menjaga harta) serta tidak menimbulkan kesulitan umat manusia. Kebutuhan ini muncul setelah kebutuhan dharuriyah dan kebutuhan hajiyat terpenuhi, kebutuhan ini merupakan kebutuhan pelengkap.[17]
D.    Struktur Kebenaran Menurut Islam
1.      Hakekat Kebenaran
Kata " kebenaran dapat digunakan sebagai suatau kata yang konkret maupun abstrk. Jika subjek hendak mengatakan kebenaran artinya adalah beposisi yang benar. Namun apabila menyatakan kebenran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat dan hubungan nilai itu sendiri.[18]

2.      Sifat-sifat kebenaran
a.       Deskriptif
Sifat ini terdapat dalam pernyataan proposisi atau keyakinan yang mana (a) bersifat mesti, yakni secara analisis ia benar. Misalkan jika pmenyiratkan q, dan p adalah kasus, maka q juga kasus. Atau (b) bersifat kemungkinan, yakni secara empiris ia benar. Misalkan “ bumi itu bulat “ kebenaran berfungsi sebagai kata sifat, seperti mkeyakinan yang benar.
b.      Instrumental
Sifat ini terdapat dalam suatu keyakinan yang menjadi pembimbing bagi pemikiran dan tindakan untuk meraih kesuksesan. Misal : Bertindak dengan keyuakinan bahwa sifat api itu membakar dan dapat mencegah seseorang dari kebakaran. Kebakaran di sini berfungsi sebagai kata keterangan , yakni seseorang mempunyai keyakinan dengan benar bahwasanya dia dapat mencegah kebakaran.
c.       Substansif
Sifat ini didasarkan pada kenyataan misalkan “ Tuhan adalah kebenaran” jadi kebenaran di sini berfungsi sebagai kata benda.
d.      Eksistensial
Sifat ini didasarkan pada salah satu jalan hidup atau komitmen puncak seseorang misalkan “Hidup lebih baik dari pada sekedar mengetahui kebenaran” kebenaran berfungsi sebagai kata kerja.[19]

3.      Kebenaran menurut Islam
Menurut konsep islam bahwa keadilan tidak sama dengan sikap netral, sebab keadilan itu adalah berpihak pada kebenaran. Sedang masalahnya adalah bagaimana seseorang itu dapat berpihak pada kebenaran jika kebenaran itu masih diragukan.
Dalam islam kebenaran substabsial dan esensial ayat-ayat al Quran bersifat deterministik, namun kebenaran tafsiran dan pemakaian bersifat indetermantik yaitu dapat dikembangkan secara luas dan terus-menerus. Bagi manusia disediakan kawasan indhetermunistik yaitu kawasan untuk menjangkau kebenaran empiric sensual, kebenaran empiric logis, kebanaran empiric etik, kebenaran empiric mu'amalah terhadap manusia. Dalam Islam kebenaran hanya satu, bila dikaitkan dengan kebenaran disisi Allah. Akan tetapi bila dikaitkan dengan interprestasi yang dilakukan manusia dalam mencari kebenaran tersebut, maka akhirnya akan melahirkan perbedaan dan pertentangan. Misalkan 2 = 2 = 4, 2 +2 = 6 Teori ini mudah diterima, tetapi bila persoalannya manyangkut interprestasi atas ajaran agama, maka persoalannya menjadi berbeda sama sekali. Al Qur'an menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut aat kauniyah. Tidak kurang dari 450 ayat yang menguraikan hal tersebut.[20]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari penjelasan di atas tentang masuk dan berkembangnya ide-ide pembaruan pemikiran islam di indonesia pada  awal abad ke xx. Diantaraya sebagai berkut :
1.      Struktur fsikis di dalam diri manusia terdiri dari akal dengan daya rasa dan daya pikirnya, fitrah bertuhan, rasa etik, rasa malu, ilham, firasat, kemudian diberikan petunjuk al-Qur’an dan petunjuk Nabi SAW sebagai penyempurnanya.
2.      Motivasi adalah dorongan atau keinginan psikologis atau kejiwaan yang ada pada diri seseorang, keinginan ini mempengaruhi perilaku pada keadaan khusus untuk memenuhi apa yang dihajatkannya, keinginan ini berupa desakan-desakan atau dorongan-dorongan atau kecondongan hati untuk melakukan sesuatu.
3.      Manusia diciptakan ke dunia untuk memenuhi kebutuhan, kebutuhan tersebut ialah senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu ibadah.
4.      kebenaran dapat digunakan sebagai suatau kata yang konkret maupun abstrk. Jika subjek hendak mengatakan kebenaran artinya adalah beposisi yang benar. Namun apabila menyatakan kebenran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai.



DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakr al-Razi, Mukhtar al-Sihah, (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, 1999)

Al Ghazali. Iman Abu Muhammad bin Muhammad, 2007. Ihya „Ulumuddin. Penerjemah: Ahmad Rofi‟ Usmani

Al Kaysi, Marwan Ibrahim, 1998. Ad Daafi‟iyatu al Nafsiyatu fi al‟Aqidatu al Islamiyahal Majalah Jami‟atu al Maliku Sa‟udi (10), (Al „Ulum al Tarbiyatu wa Darasatu al Islamiyah, 1, pp)

Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustakan Pelajar, Cet. 2, 2007),

Darmawan. Cecep, 2006. Kiat Sukses Manajemen Rasulullah: Manajemen Sumber Daya Insani Berbasis Nilai-Nilai Ilahiyahal (Bandung: Penerbit Khazanah Intelektual).

Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Buku Daros ( Filsafat Ilmu Islam ), STAIN Kudus, 2008

H.M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: CV. Kuning Mas, 1984),

Ibnu Taimiyyah, Majmu‘Fataw’a, Jil. IV, Abdurrahman ibn Muhammad ibn Qasim (Ed.), (Madinah: Majma‘ Malik Fahd, 1995)

Ika Yunia Fauzia, dkk, Prinsip Dasar Ekonomi Islam, (Sidoarjo: Kencana, 2014)

Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi edisi kedua,(Jakarta: Grafindo Persada, 2004)

Lalu Hari Afrizal, Psikonalisa Islam, Menggali Struktur Pisikis Manusia dalam Perspektif Islam, (Jurnal Kalima: Vol. 12, No. 2, September 2014)

Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasit, Jil. II, (Kairo: Daral-Da‘wah),

Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, (Jakarta, 2004)

Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: 2008),

Syaamil Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahan,(Q.S al-Hirj15: 28-29: Cordova)

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, (Yogyakarta, 1996),





[1] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustakan Pelajar, Cet. 2, 2007),15
[2] Syaamil Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahan,(Q.S al-Hirj {15}: 28-29: Cordova), Tipe CA.1
[3]Abu Bakr al-Razi, Mukhta>r al-S{ih}a>h}, (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah, 1999),301.
[4] Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasit, Jil. II, (Kairo: Dar> al-Da‘wah), 616.
[5] Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: 2008), 25.
[6] H.M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: CV. Kuning Mas, 1984),6
[7] Ibnu Taimiyyah, Majmu‘Fatawa, Jil. IV, Abdurrahman ibn Muhammad ibn Qasim (Ed.), (Madinah: Majma‘ Malik Fahd, 1995), 537.
[8] Lalu Hari Afrizal, Psikonalisa Islam, Menggali Struktur Pisikis Manusia dalam Perspektif Islam, (Jurnal Kalimah: Vol. 12, No. 2, September 2014), hal.255
[9] Ibid,hal. 256
[10] Ibid,hal. 256
[11] Ibid. hal. 256
[12] Al Kaysi, Marwan Ibrahim, 1998. Ad Daafi‟iyatu al Nafsiyatu fi al‟Aqidatu al Islamiyahal Majalah Jami‟atu al Maliku Sa‟udi (10), (Al „Ulum al Tarbiyatu wa Darasatu al Islamiyah, 1, pp). hal. 91.
[13] Al Ghazali. Iman Abu Muhammad bin Muhammad, 2007. Ihya „Ulumuddin. Penerjemah: Ahmad Rofi‟ Usmani,(Bandung: Penerbit Pustaka). Hal. 257
[14] Darmawan. Cecep, 2006. Kiat Sukses Manajemen Rasulullah: Manajemen Sumber Daya Insani Berbasis Nilai-Nilai Ilahiyahal (Bandung: Penerbit Khazanah Intelektual). Hal. 57
[15]  Syaamil Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahan,… al-Baqarah : 179-193
[16]  Ika Yunia Fauzia, dkk, Prinsip Dasar Ekonomi Islam, (Sidoarjo: Kencana, 2014) , hal. 68.
[17] A.Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi edisi kedua,(Jakarta: Grafindo Persada, 2004), hal.67
[18] Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberty, (Yogyakarta, 1996), hal 11
[19] Milton D Hunnex, Peta Filsafat, Teraju, (Jakarta, 2004), hal 18
[20] Drs.H.Fathul Mufid M.Si, Buku Daros ( Filsafat Ilmu Islam ), STAIN Kudus, 2008, hal.111