Kamis, 10 Januari 2019

Mini Research KEPRIBADIAN RABBANY (Studi Tematik tentang Konsep Tauhid dalam Pembentukan Kepribadian Muslim)


Mini Research
Laporan Penelitian Mini
Description: Description: F:\LOGO UINJ SU revisi 6 oke.png








KEPRIBADIAN RABBANY
(Studi Tematik tentang Konsep Tauhid dalam Pembentukan Kepribadian Muslim)

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan Dalam Mengikuti Perkuliahan Filsafat Pendidikan Islam

Oleh,
DTM AYUB AZHARI                       3003183056
MUCHLIS                                            3003183059
MUHAMMAD AZRAI PRAYOGI  3003183074

I (GANJIL)
Jurusan Pendidikan Islam (PEDI A)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
TAHUN 2018-2019




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dan mulia, karena manusia diciptakan dengan mempunyai fisik yang bagus serta akal pikiran dan akhlak yang mulia. Dimana dengan akal yang dimiliki manusia dapat menerima, mengembangkan serta mengamalkan ilmu yang telah di milikinya.
Pendidikan salah satu sarana dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana tujuan pendidikan yang tercantum dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Setiap proses yang dilakukan dalam pendidikan harus dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan. Adapun tujuan pendidikan secara umum adalah mewujudkan perubahan positif yang diharapkan ada pada peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun pada kehidupan masyarakat serta alam sekitarnya dimana subjek didik menjalani kehidupan.
Pendidikan merupakan unsur yang harus terpenuhi dalam hidup setiap orang, guna mencapai keberlangsungan yang optimal, baik dunia maupun akherat. Oleh karena itu, pendidikan akan berjalan optimal apabila diimbangi dengan pendidikan agama. Dalam pandangan Islam, pendidikan berfungsi sebagai pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam membentuk kepribadian anak. Sebagaimana tujuan pendidikan sendiri adalah pembentukan kepribadian muslim.[2]
Orang islam belum tentu berkepribadian muslim. Kepribadian muslim adalah seperti digambarkan oleh Al-qur’an tentang tujuan dikirimkan Rasulullah Muhammad saw kepada umatnya, yait menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Maka, seseorang yang telah mengaku muslim seharusnya memiliki kepribadian sebagai sosok yang selalu dapat member rahmat dan kebahagiaan kepada siapa dan apapun di lingkunagnnya. Taat dalam mejalankan ajaran agama, tawadhu, suka membantu, memiliki sifat kasih sayang tidak suka menipu, tidak suka mengambi hak orang lain, tidak suka mengganggu dan tidak suka menyakiti orang lain.
Persepsi (gambaran) masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.

B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah yang terdapat dalam motivasi berprestasi adalah sebagai berikut:
1.      Sebagian manusia tidak mepunyai  Akidah yang lurus (menurut persepsi al-Quran dan as-Sunnah.
2.      Melakukan ibadah yang benar (menurut al-Quran dan as-Sunnah)
3.      Muammalah (hubungan antara sesama manusia) yang benar (menurut al-Quran dan as-Sunnah)
C.    Pembatas Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, terdapat berbagai hal yang perlu mendapatkan perhatian dan menarik untuk di teliti. Namun karena adanya keterbatasan kemampuan, tenaga dan dana dari peneliti, maka dalam peneliti ini diperlukan adanya pembatas masalah. Hal tersebut bertujuan agar peneliti dapat lebih fokus dan terarah, serta dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Oleh karen itu penelitian ini dibatasi kepribadian Robbany Studi Tematik tentang Konsep Tauhid dalam Pembentukan Kepribadian Muslim.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatas masalah maka dirumuskan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana Konsep Kepribadian Muslim dalam Tauhid ?
2.      Bagaimana Konsep Tauhid dalam Pembentukan Kepribadian Muslim ?



BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Kepribadian Robbany
1.      Pengertian Pembentukan Kepribadian Muslim
Istilah “Pembentukan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses, cara atau perbuatan membentuk sesuatu. Membentuk berarti menjadikan atau membuat sesuatu dengan bentuk tertentu, berarti pula membimbing, mengarahkan, dan mendidik watak, pikiran,kepribadian dan sebagainnya.[3]
Kepribadian berasal dari kata “pribadi” yang berarti diri sendiri, atau perseorangan. Sedangkan dalam bahasa inggris digunakan istilah personality, yang berarti kumpulan kualitas jasmani, rohani, dan susila yang membedakan seseorang dengan orang lain.
Menurut Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.[4]
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[5]
Pada dasarnya kepribadian bukan terjadi secara serta merta akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh karena itu banyak faktor yang ikut ambil bagian dalam membentuk kepribadian manusia tersebut.. dengan demikian apakah kepribadian seseorang itu baik, buruk, kuat, lemah, beradap atau biadap sepenuhnya ditentukan oleh faktor yang mempenggaruhi dalam pengalaman hidup seseorang tersebut. Dalam hal ini pendidikan sangat besar penanamannya untuk membentuk kepribadian manusia itu.[6]
Sedangkan kepribadian muslim adalah serangkaian perilaku seseorang dalam kesehariannya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam atau internalisasi nilai-nilai ajaran Islam dalam diri orang tersebut.[7]
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya.
Seseorang yang islam disebut muslim. Muslim adalah orang atau seseorang yang menyerahkan dirinya secara sungguh – sungguh kepada Allah. Jadi, dapat dijelaskan bahwa “wujud pribadi muslim” itu adalah manusia yang mengabdikan dirinya kepada Allah, tunduk dan patuh serta ikhlas dalam amal perbuatannya, karena iman kepada-Nya. Pola sesorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat kebajikan yang diperintahkan adalah membentuk keselarasan dan keterpaduan antara faktor  iman, islam dan ikhsan.
Orang yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidupnya seperti mendirikan shalat, menunaikan zakat, orang – orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang – orang yang sabar dalam kesempitan penderitaan dan peperangan maka mereka disebut sebagai muslim yang takwa, dan dinyatakan sebagai orang yang benar. Hal ini merupakan pola takwa sebagai gambaran dari kepribadian yang hendak diwujudkan pada manusia islam. Apakah pola ini dapat “mewujud” atau “mempribadi” dalam diri seseorang, sehingga Nampak perbedaannya dengan orang lain, karena takwanya, maka; orang itu adalah orang yang dikatakan sebagain seseorang yang mempunyai “Kepribadian Muslim”.
Secara terminologi kepribadian Islam memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan  bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[8]
Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang  sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin.
Kemudian ciri khas dari tingkah laku tersebut dapat dipertahankan sebagai kebiasaan yang tidak dapat dipengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain yang bertentangan dengan sikap yang dimiliki. Ciri khas tersebut hanya mungkin dapat dipertahankan jika sudah terbentuk sebagai kebiasaan dalam waktu yang lama. Selain itu sebagai individu setiap muslim memiliki latar belakang  pembawaan yang berbeda-beda. Perbedaan individu ini diharapkan tidak akan mempengeruhi perbedaan yang akan menjadi kendala dalam pembentukan kebiasaan ciri khas secara umum.[9]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembentukan kepribadian muslim adalah suatu proses atau cara yang dilakukan dalam rangka membentuk, membimbing dan mengarahkan manusia agar mempunyai sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran Islam atau internalisasi nilai-nilai ajaran Islam (dilandasi keimanan, dihiasi akhlak yang mulia dan mampu merealisasikan keimanan tersebut dalam bentuk amal sholeh).
2.      Aspek-aspek Pembentuk Kepribadian Muslim
Konsep pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam menurut Syaikh Hasan al-Banna ada 10 aspek:
a.  Bersihnya akidah,
b.  Lurusnya ibadah,
c.  Kukuhnya akhlak,
d.  Mampu mencari penghidupan,
e.  Luasnya wawasan berfikir,
f.   Kuat fisiknya,
g.  Teratur urusannya,
h.  Perjuangan diri sendiri,
i. Memperhatikan waktunya, dan
j. Bermanfaat bagi orang lain.[10]

        Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang tampilanya tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari kepatuhan kepada hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.
Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.

3.      Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian

a.  Faktor Internal
      Instink Biologis, seperti· lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus. Maka sifat itu akan menjadi perilaku tetap.
      Kebutuhan Psikologis,· seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri.
      Kebutuhan Pemikiran,· yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang, seperti mitos, agama, dan sebagainya.
b.  Faktor Ekstrnal
     · Lingkungan Keluarga,
     · Lingkungan Sosial, dan
     · Lingkungan Pendidikan.


4.      Langkah-langkah Pembentuk Kepribadian Muslim
Dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam islam diperlukan beberapa langkah yang berperan dalam perubahannya, antara lain:
a.    Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian dalam pendidikan islam. Orang tua menjadi penanggung jawab bagi masa depan anak-anaknya, maka setiap orang tua harus menjalankan fungsi edukasi. Mengenalkan islam sebagai ideologi agar mereka mampu membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang sesuai dengan akidah dan syari’at islam.
b.    Peran Negara
Negara harus mampu membangun pendidikan yang mampu untuk membentuk pribadi yang memiliki karakter islami dengan cara menyusun kurikulum yang sama bagi seluruh sekolah dengan berlandaskan akidah islam, melakukan seleksi yang ketat terhadap calon-calon pendidik, pemikiran diajarkan untuk diamalkan, dan tidak meninggalkan pengajaran sains, teknologi maupun seni. Semua diajarkan tetap memperhatikan kaidah syara’.

c.    Peran Masyarakat
Masyarakat juga ikut serta dalam pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam karena dalam masyarakat kita bisa mengikuti organisasi yang berhubungan dengan kemaslahatan lingkungan. Dari sini tanpa kita sadari pembentukan kepribadian dapat terealisasi.Dalam masyarakat yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan, maka baiklah untuk menciptakan kepribadian berakhlakul karimah.
Ketiga peraran diatas sangat berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam karena semua saling mempengaruhi untuk pembentukannya.

Untuk merealisasikan kepribadian dalam pendidikan islam yang ada maka diperlukan tiga proses dasar pembentukan:

1.    Pembentukan Pembiasaan
Pembentukan ini ditujukan pada aspek kejasmanian dari kepribadian yang memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, seperti puasa, sholat, dan lain-lain.
2.    Pembentukan Pengertian
Pembentukan yang meliputi sikap dan minat untuk memberi pengertian tentang aktifitas yang akan dilaksanakan, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang positif.
3.    Pembentukan Kerohanian yang Luhur
Pembentukan ini tergerak untuk terbentuknya sifat takwa yang mengandung nilai-nilai luhur, seperti jujur, toleransi, ikhlas, dan menepati janji.
   Proses pembentukan kepribadian dalam pendidikan islam berlangsung secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan demikian pembentukan kepribadian merupakan rangkaian kegiatan yang saling berhubungan dan saling tergantung sesamanya.
5.       Tujuan Pembentukan Kepribadian
Menjadi diri sendiri harus dimulai dari nalar berpikir kearah mana tujuan hidup individu selama dia hidup. Adapun tujuan yang diinginkan dalam membentuk kepribadian yaitu:
a.  Membentuk sikap disiplin terhadap waktu,
b.  Mampu mengendalikan hawa nafsu,
c.  Memelihara diri dari perilaku menyimpang,
d.  Mengarahkan hidup menuju kepada kebaikan dan tingkah laku yang benar,
e.  Mempelajari perubahan-perubahan dalam gaya hidup,
f.   Meningkatkan pengertian diri, nilai-nilai diri, kebutuhan diri, agar dapat  membantu orang lain melakukan hal yang sama, dan
g.  Mengembangkan perasaan harga diri  dan percaya diri melalui aspek dukungan dan tanggung jawab yang bersifat timbal balik.

Dalam islam, pendidikan mengacu pada tujuan hidup manusia itu sendiri. Dalam hakikat tujuan hidup manusia adalah mengabdikan dirinya pada Tuhan, dengan penyerahan mutlak. Dengan kata lain sorang muslim selalu mengaitkan segala aktifitas kegiatannya dengan melihat dan menyesuaikannya di atas ketentuan norma – norma yang ditetapkan Allah.
Pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita-cita islam karena nilai-nilai islam telah menjiwai kepribadian seseorang dan mempedomani kehidupan manusia muslim dalam aspek duniawi dan ukhrawi.[11]
Muhammad Omar al-Toumy al-Syaibani mengatakan, bahwa tujuan pendidikan islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai nilai akhlak al-karimah.
Adapun beberapa tujuan dalam pendidikan islam antara lain:[12]
a.    Membimbing manusia agar dapat menempatkan diri dan berperan sebagai individu yang taat dalam menjalankan ajaran agama allah,
b.    Pembentuk sikap takwa,
c.    Menumbuhkan pola kepribadian manusia yang sempurna,
d.    Menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur menurut ajaran islam,
e.    Penguasaan ilmu terhadap agama islam,
f.     Mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pemikiran, kecerdasan, dan pancaindra,
g.    Pembentuk kepribadian yang akhlakul karimah,
h.    Menopang keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia sesuai dengan perintah syari’at islam, dan
i.     Memiliki keterampilan yang serasi dengan bakat yang dimiliki.
B.     MACAM-MACAM KEPRIBADIAN MUSLIM
1.      Kepribadian Kemanusiaan (Basyariah)
a.       Kepribadian individu; yang meliputi ciri khas seseorang dalam bentuk sikap dan tingkah laku serta intelektual yang dimiliki masing-masing secara khas sehingga ia berbeda dengan orang lain. Menurut pandangan Islam memang manusia mempunyai dan memiliki potensi yang berbeda (Al-farq al-fardiah) yang meliputi aspek fisik dan psikis.


Firman Allah Swt:
öÝàR$#y#øx.$oYù=žÒsùöNåk|Õ÷èt/4n?tã<Ù÷èt/4äotÅzEzs9urçŽt9ø.r&;M»y_uyŠçŽy9ø.r&urWxÅÒøÿs?ÇËÊÈ
Artinya: “perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). dan pasti kehidupan akhirat lebih Tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya”. (QS.al-Israa’: 21)

b.      Kepribadian ummah: yang meliputi ciri khas kepribadian muslim sebagai suatu ummah (bangsa/negara) muslim yang meliputi sikap dan tingkah laku ummah muslim yang berbeda dengan ummah lainnya, mempunyai ciri khas kelompok dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan identitas tersebut dari pengaruh luar, baik ideology maupun lainnya yang dapat memberi dampak negative.
Firman Allah Swt:
$pkšr'¯»tƒâ¨$¨Z9$#$¯RÎ)/ä3»oYø)n=yz`ÏiB9x.sŒ4Ós\Ré&uröNä3»oYù=yèy_ur$\/qãè䩟@ͬ!$t7s%ur(#þqèùu$yètGÏ94¨bÎ)ö/ä3tBtò2r&yYÏã«!$#öNä39s)ø?r&4¨bÎ)©!$#îLìÎ=tã׎Î7yzÇÊÌÈ
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. al-Hujarat: 13)


2.      Kepribadian Samaai (Kewahyuan)
Kepribadian samaai (Kewahyuan) yaitu corak kepribadian yang dibentuk melalui petunjuk wahyu dalam kitab suci Al-Qur’an, yang antara lain difirmankan Allah sebagai berikut :

¨br&ur#x»ydÏÛºuŽÅÀ$VJŠÉ)tGó¡ãBçnqãèÎ7¨?$$sù(Ÿwur(#qãèÎ7­Fs?Ÿ@ç6¡9$#s-§xÿtGsùöNä3Î/`tã¾Ï&Î#Î7y4öNä3Ï9ºsŒNä38¢¹ur¾ÏmÎ/öNà6¯=yès9tbqà)­Gs?ÇÊÎÌÈ
Artinya : “dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[152], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.(QS. al-An’am: 153)
[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Kepribadian muslim sebagai individu dan sebagai ummah, terintergrasi dalam bentuk suatu pola yang sama. Dalam hal ini dasar teori kepribadian muslim,  baik sebagai individu maupun sebagai suatu ummah yang satu, terjadi suatu bentuk dikotomi yang terintegrasikan. Dikotomi terletak hanya dalam pembagian saja, namun dalam dasar yang sama (Filsafat pendidikan Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits), serta tujuan yang satu yaitu menjadi pengabdi Allah Swt yang taat sesuai dengan firmannya.
$tBuràMø)n=yz£`Ågø:$#}§RM}$#uržwÎ)Èbrßç7÷èuÏ9ÇÎÏÈ
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”. (QS. Adz dzariyaat:56)


Pengintegrasian kepribadian perseorangan dan ummah belum dapat menjamin terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan tuntutan hidup dunia ukhrawi. Oleh karena itu diperlukan kepribadian samawi atau Islami dimana nilai-nilai Ketuhanan yang positif dan konstruktif yang berorientasi kepada kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di sinilah nampaknya perbedaan pandangan antara teori kepribadian Barat dengan teori kepribadian nuslim. Mungkin hal ini disebabkan oleh falsafah yang dianut masing-masing berbeda, sehingga perbedaan dasar menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan. (Wallahu A’lam).
Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
a.       Salimul ‘Aqidah/ ‘Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya :“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
b.      Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
c.       Matinul Khuluq (akhlak kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. al-Qalam [68]:4).
d.      Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW :“Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim”.(Muttafaqun ‘alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.(QS. az-Zumar [39]:9).
e.       Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim spt sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”.(HR. Muslim).
f.       Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”.(HR. Hakim).
g.      Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
h.      Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
i.        Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
j.        Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”.(HR. Qudhy dari Jabir).
Selain itu, proses pembentukan kepribadian muslim dapat pula dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dan pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.[13]

a.       Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu
Dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai individu pembentukan diarahkan pada peningkatan dan pengembangan faktor bawaan dan faktor pendidikan yang berpedoman pada nilai-nilai islam. Faktor bawaan dikembangkan melalui bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan tingkah laku menurut norma-norma islam. Sedangkan faktor pendidikan dilakukan dengan cara mempengaruhi individu dengan menggunakan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma-norma islam seperti contoh, teladan dan lingkungan yang serasi.
b.      Pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah.
Kepribadian muslim sebagai ummah adalah merupakan komunitas muslim yang memiliki pandangan hidup sama, walaupun masing-masing mempunyai faktor bawaan yang berbeda. Persamaan pandangan hidup diyakini akan membantu usaha membina hubungan yang baik serasi antar sesama anggota keluarga, masyarakat, bangsa, maupun antar sesama manusia sebagai ummah.
Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” QS. Al Ankabut : 69. Allahu A’lam[14]
BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis dan Pendekatan Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dilihat oleh subjek penilitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alami dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[15]
2.      Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan filsafat, yaitu sebuah pendekatan dengan menggunkan cara berfikir menurut logika bebas kedalam sampaia kedasar persoalan atau pengetahuanyang mendalam tentang rahasia dan tujuan dari dari segala sesuatu itu. [16]

B.     Teknik Penentuan Sumber
Adapun subjek dalam penelitian ini dibagi menajdi dua bagian, yaitu:
1.      Sumber primer berupa buku Abd Haris peranan tauhid dalampembentuk kepribadian muslim.
2.      Subjek skunder berupa buku-buku yang berhubungan dengan konsep pendidikan islam, konsep tauhid.
a.       Zuhairini et,al 1992. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 186)
b.      Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)

C.    Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulna data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Dokumentasi
Dokumentasi ini dilakukan terhdap buku Peranan tauhid dalam pembentukan kepribadian muslim, serta buku-buku yang berkaitan dengan konsep pendidikan islam dan tauhid.
2.      Wawancar (interview)
Guna melengkapi data yang dituluskan, maka akan dilakukan wawancara dengan penulis buku, teman-teman penulis buku.
D.    Teknik Analisis Data
Berdasarkan jenis penelitian di atas, bahwa penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka langkah-langkah analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Menelaah data yang dikumpulkan dari hasi dokumentasi dan wawancara.
2.      Mengadakan reduksi data dengan cara mengambil data yang dapat diolah lebih lanjut.
3.      Menafsirkan data dan mengambil desimpulan secara induktif dengan cara berfikir berdasarkan fakta-fakta khusus, kemudian diarahkan kepada pemikiran kesimpulan yang umum.






BAB IV
PEMAHASAN DAN HASIL
A.    Pelaksaan pendidikan islam dalam meningkatkan kepribadian muslim dilaksanakan dalam proses pengajaran secara struktur. Sedangkan yang menjadi tujuan pendidikan islam dalam membahas kepribadian muslim adalah melahirkan Muslim yang berakidah lurus dan berakhlak baik antara sesama manusia. Hal tersebut didasari akan pentingnya memiliki ketauhidan dalam membentuk kepribadian muslim. Dalam upaya mencapai kepribadian mslim tersbut maka ditemukannya konsep katauhidan yang terangkul dalam buku Abd Haris peranan tauhid dalam pembentukan kepribadian muslim,: Sebuah kajian filsafat pendidikan Islam. Zuhairini et,al 1992. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, ) Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
B.     Peran tauhid dalam pembentukan kepribadian Muslim memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan  bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah. Kepribadian muslim dalam kontek ini barang kali dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang  sebagai ciri khas bagi keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang disampaikan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan orang tua, guru, teman sejawat, sanak famili dan sebagainya. Sedangkan sikap batin seperti penyabar, ikhlas, tidak sengaja, dan sikap terpuji yang timbul dari dorongan batin. Peneliti dapatkan beberapa kekurangan baik faktor internal dan eksternal tantanng kpribadian muslim. Hal ini terbut perlu ada upaya kontekstualisasi dengan konteks daerahnya masing-masing.

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembentuk kepribadian dalam pendidikan islam meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan, dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe kematangan kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi dunia pendidikan di indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu melahirkan pribadi-pribadi muslim yang mandiri dan berkepribadian islam. Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor, kriminal, dan tidak amanah.
Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan islam harus direalisasikan sesuai Al-Qur’an dan al-Sunnah nabi sebagai identitas kemuslimannya, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan islam identik dengan ajaran islam itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan.
Membentuk kepribadian dalam pendidikan islam dibutuhkan beberapa langkah-langkah. Membicarakan kepribadian dalam pendidikan islam, artinya membicarakan cara untuk menjadi seseorang yang memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku yang berbasis agama.
Kepribadian muslim yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya baik tingkah laku luarnya, kegiatan jiwanya maupun falsafah hidupnya dan menunjukkan pengabdian kepada tuhan dan penyerahan diri kepadan-Nya dengan disertai beberapa sifat yang mencerminkan ciri khas sebagai seorang muslim.
Kepribadian muslim merupakan suatu hasil dari proses sepanjang hidup. Kepribadian muslim tidak terjadi sekaligus, akan tetapi terbentuk melalui proses kehidupan yang panjang. Oleh sebab itu banyak factor yang membentuk kepribadian muslim tersebut.
Pada dasarnya pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun ummah pada hakikatnya seiring dan menuju ketujuan yang sama. Tujuan utamanya adalah guna merealisasikan diri, baik secara pribadi maupun secara komunitas untuk menjadi pengabdi Allah yang setia, tunduk dan patuh pada aturan Allah
B.     Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan pada beberapa pihak, diantaranya:
1.      Bagi penulis buku terutama buku peranan tauhid dalam pengembangan kepribadian musim hendaknya menambah wawasan tentang kepribadian muslim.
2.      Bagi penulis buku hendaknya dapat menambah pemahaman di bidang Agama dalam buku tersebut, agar dapat menerapkan kepribadian muslim kepada pembaca.







DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995).
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan : Gama Media Offset, 2009)
Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi islam (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi islam (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada),
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka),
Depdiknas, Undang-Undang RI NO 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2009),
Ismail, M Syah, Filsafat Ilmu Islam (Jakarta: Bumi Aksara dan Depak, 1991)
Jalaluddin dan Usaman Said, 1994. Filsafat Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2001).
Lexi, J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2006,
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).
Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:LKis, 2009),
Saeful fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, dalam http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk-kepribadian-islam.html.
Zuhairini et,al 1992. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,)












[1]Depdiknas, Undang-Undang RI NO 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2009), hlm. 64.1

[2]Moh Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:LKis, 2009), hlm.30.
[3] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka), hlm. 135.
[4]Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995).
[5]Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2001).
[6]Zuhairini et,al 1992. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 186)
[7]Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hlm. 14
[8]Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi islam (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
[9]Jalaluddin dan Usaman Said, 1994. Filsafat Pendidikan Agama Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikirannya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 92
[10]Saeful fachri, “Membentuk Kepribadian Islam”, dalam http://dakwahkampus.com/pemikiran/pendidikan/1444-pendidikan-islam-membentuk-kepribadian-islam.html.
[11]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994).
[12]Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi islam (jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
[13]Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan : Gama Media Offset, 2009)
[15] Lexi, J Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2006, hal. 6
[16] Ismail, M Syah, Filsafat Ilmu Islam (Jakarta: Bumi Aksara dan Depak, 1991), hal. 19