Rabu, 05 Desember 2018

Makalah Reward dan Punishment dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam


MAKALAH
REWARD DAN PUNISHMENT DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini di Presentasekan pada Seminar Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
Description: C:\Users\HP\Pictures\logo-uinsu.jpg










Disusun Oleh
DTM AYUB AZHARI
3003183056


Jurusan Pendidikan Islam (PEDI A)

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Al Rasyidin, Mag
                                                                  Dr. Salminawati, SS, MA

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya bahwa semua yang di lakukan manusia di dunia tanpa terkecuali, sekecil apapun, memiliki konsekuensi di akhirat kelak. Semua kebaikan memperoleh ganjaran positif berupa pahala, dan semua hal buruk yang di lakukan akan menimbulkan dosa dan dapat hukuman yang setimpal.
Allah SWT memastikan hal itu dalam berbagai firman-Nya. Beberapa di antaranya semisal : (QS. Yunus : 61)
Artimya : “kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yunus: 61)
Ayat di atas menjadi landasan bagaimana proses kehidupan umat manusia senantiasa berlangsung dibawah pengawasan penciptanya, dan segala yang dilakukan manusia sepanjang hidupnya adalah bentuk aktivitas yang harus dipertanggung jawabkan dan pasti akan memperoleh balasan.
Bentuk pertanggung jawaban dimaksud akan berimplikasi kepada bentuk paling akhir dari penghargaan dan hukuman yang akan diterima manusia kelak, yaitu surga sebagai reward dan neraka sebagai punishment
Makalah ini memaparkan beberapa topik persoalan seputar “ pengertian, isyarat-isyarat al-Qur’an dan Hadis, Bentuk-Bentuk dan dasar-dasar pertimbangan reward dan punishment.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Reward dan Punishment
1.      Pengertian Reward
Dalam makna reward diartikan sebagai ganjaran dan juga penghargaan yang cukup populer dalam dunian pendidikan. Di dalam buku Dr. Dja’far Siddik, MA bahwa bahwa dalam bahasa inggris ganjaran diistilahkan dengan reward, dan dalam bahasa Arab selalu disebut dengan istilah sawab.[1] Dan di dalam buku lain, Purwanto (2006) mengartikan penghargaan adalah untuk setiap anak yang berhasil melakukan kebaikan/prestasi/keberhasilan di setiap aktifitasnya sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Setiap penghargaan yang diberikan oleh anak tidak harus berwujud materi, namun nilai-nilai moral yang bersifat positif seperti pujian dan apresiasi juga merupakan penghargaan untuk anak sehingga anak mengetahui hakikat kebaikan. Pendidikan yang dilakukan terhadap anak mencakup wilayah yang komprehensif sehingga anak merasakan kenyamanan dalam belajar secara akademik maupun memahami arti kehidupan.[2]
Reward artinya ganjaran atau penghargaan. Reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau tercapainya sebuah target. Dalam konsep pendidikan, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para peserta didik. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.[3]
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud yang bunyinya :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَ عُبَيْدَ اللهِ وَ كَثِيْرًا مِنْ بَنِيْ الْعَبَّاسِ ثُمَّ يَقُوْلُ مَنْ سَبَقَ اِلَيَّ فَلَهُ كَدَا وَ كَدَا قَالَ فَيَسْتَبِقُوْنَ اِلَيْهِ فَيَقَعُوْنَ عَلَى ظَهْرِهِ وَ صَدْرِهِ فَيَقَبَّلُهُمْ وَ يَلْزَمُهُمْ (رواه احمد )                            
“Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata : “ Barang siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu.” Lalu mereka berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka merebahkan diri di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi dan memberi penghargaan.” ( HR. Ahmad )
           Di dalam al-Qur’an ada beberapa pengertian reward tersebut muncul dalam beberapa istilah. Antara lain adalah:
Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇËÍÈ  
Artinya: “sebagai Balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al Waaqi'ah: 24)
ö@yd âä!#ty_ Ç`»|¡ômM}$# žwÎ) ß`»|¡ômM}$# ÇÏÉÈ  
Artinya: “tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. (QS. Ar Rahmaan: 60)
Maslow seperti yang dikutip oleh Maria J. Wantah menjelaskan bahwa penghargaan menjadi motor penggerak utama manusia untuk mampu melakukan sesuatu dalam rangka mengaktualisasikan diri sebagai makhluk yang sempurna. Melalui berbagai media dan proses yang ada manusia terus berusaha mencapai kesempurnaan hidup sebagai bagian dari naluri manusia. Melalui penghargaan yang positif, baik berupa materi maupun non materi, jika hal ini dilakukan secara konsisten, maka akan mamberikan kontribusi positif terhadap manusia untuk melakukan tindakan yang lebih baik dalam dirinya. Bisa dipastikan bahwa penghargaan yang positif akan mampu meningkatkan produktivitas manusia dalam berkarya, sekaligus diharapkan hal ini mampu mencegah berbagai bentuk pelanggaran yang dimungkinkan akan terjadi.5 Manusia sebagai makhluk biologis sekaligus berperasaan, ia membutuhkan banyak penghargaan untuk menguatkan dirinya dalam menjalani proses kehidupan. Manusia akan menjadi sempurna disaat ia mampu menghasilkan karya terbaiknya dan berdampingan dengan perilaku positif yang muncul dari dalam diri.[4]
Penghargaan merupakan bentuk apresiasi terhadap pelaku kebaikan, siapapun itu. Bentuk penghargaan sendiri sangat variatif, bisa dalam bentuk materi atau non materi, prinsipnya adalah untuk membangkitkan semangat anak yang telah berhasil melakukan kebaikan. Karena secara naluri siapapun yang telah melakukan kebaikan selalu ingin diberikan penghargaan, dan ini adalah bagian dari psikologi manusia sebagai makhluk. Maka dari itu Allah melalui Al-Qur’an juga memberikan apresiasi kepada manusia atas kebaikan yang telah mereka lakukan. Sesuai dalam Q.S. al-Zalzalah : 7-8 menjelaskan kata penghargaan sebagai berikut:
`yJsù ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB >o§sŒ #\øyz ¼çnttƒ ÇÐÈ   `tBur ö@yJ÷ètƒ tA$s)÷WÏB ;o§sŒ #vx© ¼çnttƒ ÇÑÈ  
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula”.   ( QS. al-Zalzalah:7-8)
Dalam beberapa kajian yang telah dilakukan dalam lingkup pendidikan menunjukkan hasil bahwa melalui pemberian penghargaan kepada siswa dalam bentuk hadiah ternyata sangat efektif dalam meningkatkan motivasi belajar. Pemberian hadiah lebih efektif dari pada marah kepada siswa, memberikan hukuman, atau bahkan hanya membiarkan siswa disaat siswa mendapatkan prestasi. Disisi lain banyak juga yang tidak setuju dengan metode pemberian hadiah atau penghargaan yang terlalu sering. Hal ini dikarenakan mereka khawatir jika pemberian hadiah ini akan memunculkan persepsi dalam diri siswa bahwa tidak akan melakukan sesuatu jika tidak mendapatkan hadiah. Melihat dua hal berbeda ini maka hal yang tepat adalah dengan memberikan hadiah secara proporsionalitas secara wajar. Perkara yang berlebihan dalam hal apapun tentunya akan mengakibatkan hal negatif dalam diri siswa.
2.      Punishment (Hukuman)
Seperti yang dijelaskan oleh Amir Daien Indrakusuma bahwa hukuman diberikan kepada anak sebagai bentuk tindakan terakhir atas kesalahan yang dilakukan. Disaat anak telah diberikan peringatan sekaligus teguran yang positif, namun belum ada perubahan dalam diri anak dengan kesalahannya, maka dijatuhkanlah hukuman.
punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. punishment biasanya dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh sekolah tersebut. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik.[5] Seorang guru atau orang tua diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak keras. Ini dilakukan ketika beberapa cara seperti menasehati, menegur, tidak mempan juga. Hukuman ini terutama menyangkut kewajiban shalat bagi anak-anak yang usianya telah mencapai sepuluh tahun.[6]
عَنْ عُمَرُوبْنُ شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُم اَبْنَاءُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ الْمَضَاجِعِ ( رواه ابو داود )  
“Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda : “perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
Dalam nasehat Rasulullah itulah terkandung cara mendidik anak yang dilandasi dengan kasih sayang, dan menomor duakan hukuman. Bukankah beliau terlebih dahulu menyuruh membiasakan anak mengerjakan shalat mulai usia tujuh tahun? Kalau tiga tahun setelah itu, ternyata belum juga shalat, sangat wajar jika diberikan hukuman.[7]
Didalam buku M. Ngalim Purwanto menjelaskan punishment adalah berarti perbuatan sadar yang dilakukan oleh sang pemberi hukuman terhadap orang lain yang melakukan kesalahan. Hukuman ini bersifat positif secara lahir dan batin bagi penerima hukuman, dan ini dikarenakan penerima hukuman memiliki kondisi dibawah orang yang memberikan hukuman. Sikap memberi hukuman ini bagian dari tanggungjawab untuk mendidik orang lain yang melakukan kesalahan serta berkewajiban untuk melindunginya.13 M. Ngalim Purwanto berpendapat bahwa hukuman merupakan penderitaan yang harus diberikan kepada setiap orang yang telah melakukan kesalahan. Karena hukuman merupakan hal etis yang berkaitan dengan nilai dan norma sebuah tatanan pendidikan maupun kehidupan.[8]
Al-Quran menjelaskan berkaitan dengan hukuman yang biasa disebutkan dalam berbagai bentuk uslub, seperti lafadz ‘iqab, عقاب adzab (عذاب ,(rijz (رجز .(Kata adzab disebutkan dalam beberapa ayat dalam Al-Quran, sebagai berikut:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# šcrãàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# šcqè=çGø)tƒur z`¿ÍhŠÎ;¨Y9$# ÎŽötóÎ/ 9aYym šcqè=çGø)tƒur šúïÏ%©!$# šcrããBù'tƒ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ šÆÏB Ĩ$¨Z9$# Oèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ AOŠÏ9r& ÇËÊÈ  
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi yang memamg tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, Maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih”. (QS. ali-Imran : 21)
Al-Quran menyebutkan kata rijz seperti dalam ayat berikut;
$£Jn=sù (#qÝ¡nS $tB (#rãÅe2èŒ ÿ¾ÏmÎ/ $uZøŠpgUr& tûïÏ%©!$# šcöqpk÷]tƒ Ç`tã Ïäþq¡9$# $tRõs{r&ur šúïÏ%©!$# (#qßJn=sß ¥>#xyèÎ/ ¤§ŠÏ«t/ $yJÎ/ (#qçR%x. šcqà)Ý¡øÿtƒ ÇÊÏÎÈ                                                                                                                          
Artinya :”Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik”. (QS. al-A’raaf: 165)
           Dalam ilmu psikologi hukuman berarti sebuah tindakan tidak menyenangkan dalam sebuah waktu tertentu yang dilakukan secara sengaja terhadap orang lain dengan tujuan menjatuhkan keadaan positif orang lain. Banyak para ahli psikologi yang sepakat bahwa hukuman adalah perlakuan buruk yang tidak menyenangkan orang lain.[9]
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali.
B.     Bentuk-bentuk Reward dan Punishment
1.      Bentuk-bentuk Reward
Al-Qur’an menginformasikan bahwa Allah Swt memberikan ganjaran kepada hamba-Nya dalam dua bentuk, Pertama, ganjaran berbentuk fisik, Misalnya, makanan, minuman, buah-buahan, air hujan, dan sebagainya. Kedua, ganjaran non fisik, Misalnya, ketenangan atau ketentraman bathin, hidayah Allah, pahala di akhirat, surga dan lain sebagainya. Dalam konteks pendidikan Islam, bentuk ganjaran juga dibedakan menjadi dua bentuk, Pertama dalam bentuk fisik yaitu perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk fisik atau material sebagai konsekuensi logis dan perbuatan baik (‘amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan atau diraihnya. Misalnya, pemberian hadiah, cendramata, atau pemberian penghargaan baik berupa piala, buku atau kitab, beasiswa, dan lain sebagainya. Kedua dalam bentuk non fisik yaitu perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk non fisik sebagai konsekuensi logis dari perbuatan baik (‘amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan atau diraihnya.[10]
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan ganjaran antara lain:
a.       Ekspresi Verbal/Pujian yang Indah Pujian ini diberikan agar anak lebih bersemangat belajar. Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memuji cucunya, al-Hasan dan al-Husein.
b.      Imbalan Materi/Hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah.
c.       Menyayanginya, karena di antara perasaan-perasaan mulia yang Allah titipkan pada hati kedua orangtua adalah perasaan sayang, ramah, dan lemah lembut terhadapnya
d.      Memandang dan Tersenyum.[11]
2.      Bentuk-bentuk Punishment
Secara umum, hukuman diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu bentuk fisik dan non fisik. Dalam al-Quran, hukuman yang berbentuk fisik biasa berupa dipukul (dharaba) dicambuk (jild), dipotong tangan (qath’), dibunuh (qatl), didenda (diyat), dan dipenjarakan atau diisolasi (ta’jir). Sedangkan hukuman non fisik bisa berupa dihinakan Allah SWT hidupnya didunia, tidak ditegur Allah Swt di akhirat, diterpa kegelisahan bathin, dosa, dan lain-lain.
Maka dalam konteks pendidikan islami, bentuk hukuman juga dapat diklasifikasikan kedalam dua macam. Pertama, hukuman fisik, yaitu perlakuan kurang atau tidak menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk fisik atau material sebagai konsekuensi logis dari perbuatan tidak baik (;amal al-syai’at) atau prestasi buruk yang ditampilkan atau diraihnya. Implementasi hukuman yang berbentuk fisik bisa diberikan para pendidik dalam bentuk memukul, mewajibkan melakukan tugas-tugas fisik seperti membersihkan kamar mandi, berdiri di depan kelas, dan lain-lain. Kedua, hukuman non fisik, yaitu perlakuan kurang atau tidak menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk non fisik sebagai konsekuensi logis dari perbuatan tidak baik (‘amal al-syai’at) atau prestasi buruk yang ditampilkan atau diraihnya. Misalnya dalam bentuk memarahinya, memberi peringatan disertai ancaman, dan lain-lain.
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman, yaitu bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secarta terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Pemberian hukuman menurut Najib Khalid al-Amir juga memiliki beberapa teori yang juga sering dilakukan oleh Rasulullah SAW diantaranya dengan cara teguran langsung, melalui sindiran, melalui celaan, dan melalui pukulan. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman yaitu:
a.       Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang.
b.      Harus didasarkan pada alasan keharusan.
c.       Harus menimbulkan kesan di hati anak.
d.      Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
e.       Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. Seiring dengan itu.[12]
Muhaimin dan Abd. Majid menambahkan bahwa hukuman yang diberikan haruslah:[13]
a.       Mengandung makna edukasi.
b.      Merupakan jalan atau solusi terakhir dari beberapa pendekatan dan metode yang ada.
c.       Diberikan setelah anak didik mencapai usia 10 tahun.

C.    Dasar-dasar Pertimbangan dalam Implementasi Reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam.
Petimbangan pertama dalam pemberian reward dan punishment adalah cobaan kepada umant manusia dalam kapasitasnya sebagai peserta didik, apakah ia dapat melatih kesabarannya jika menemui kegagalan atau kendala dalam proses pembelajaran. Dapatkah ia bersikap ridha? Atau mapukah ia mengendalikan diri dengan bersyukur jika cobaan yang datang adalah dalam bentuk prestasi yang menggembirakan. Salah satu kewajiban peserta didik menurut al-Ghazali adalah membersihkan jiwa dari sifat-sifat negatif.[14] Tak terkira banyaknya peringatan Allah swt mengenai hal-hal ini, diantaranya:
÷Pr& óOçFö6Å¡ym br& (#qè=äzôs? sp¨Yyfø9$# $£Js9ur Nä3Ï?ù'tƒ ã@sW¨B tûïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB Nä3Î=ö6s% ( ãNåk÷J¡¡¨B âä!$yù't7ø9$# âä!#§ŽœØ9$#ur (#qä9Ìø9ãur 4Ó®Lym tAqà)tƒ ãAqß§9$# tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB 4ÓtLtB çŽóÇnS «!$# 3 Iwr& ¨bÎ) uŽóÇnS «!$# Ò=ƒÌs% ÇËÊÍÈ  
Artinya :”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (QS. al-Baqarah : 214).


@ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqyJø9$# 3 Nä.qè=ö7tRur Îhޤ³9$$Î/ ÎŽösƒø:$#ur ZpuZ÷FÏù ( $uZøŠs9Î)ur tbqãèy_öè? ÇÌÎÈ  
Artinya :”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiyaa' : 35)
     
      Coba dalam kehidupan manusia identik dengan ujian dalam proses pembelajaran. Setiap manusia membutuhkan ujian tersebut untuk mengetahui sejauh mana kemampuan, pemahaman dan wawasannya akan terangkum dalam daftar penilaian yang isinya adalah reward dan punishment baginya. Apakah ia akan bersyukur dengan reward yang diterima atau bersabar dengan punishment yang diperolehnya atau tidak. Dengan demikian, Reward dan Punishment sesungguhnya adalah ujian akan keimanan dan ketaqwaan seseorang.

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçŽÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ  
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS. ali Imran : 200)
     
      Dasar pertimbangan alainya adalah sebagai ajang latihan mendisiplinkan diri dan bertanggungjawab terhadap semua hal yang dilakukan dalam proses pembelajaran dan proses kehidupan yang dijalani. Dalam hal ini reward dan punishment memotivasi manusia berbuat lebih baik dan belajar lebih tekun lagi.

@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ  
Artinya: “tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (QS. Al Muddatstsir: 38)


y7ù=Ï? ×p¨Bé& ôs% ôMn=yz ( $ygs9 $tB ôMt6|¡x. Nä3s9ur $¨B öNçFö;|¡x. ( Ÿwur tbqè=t«ó¡è? $£Jtã (#qçR%x. tbqè=uK÷ètƒ ÇÊÌÍÈ  
Artinya: “ itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. al- Baqarah: 134)



      Menurut munir Mursa mengemukakan. Metode reward dan punishment digunakan sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Pengaruh yang dihasilkan tidaklah sama. Reward lebih baik karena bersandar pada pembangkitan dan dorongan intrinsik manusia dan karenanya pengaruh relatif akan lebih lama. Sedangkan punishment bersandar pada dorongan rasa takut dan karena itu sifatnya negatif.[15]
Penerapan punishment diajukan kuntuk memperbaik peserta didik yang melakukan kesalahan sekaligus memelihara ketertiban dan disiplin peserta didik lainnya dari kemungkinan melakukan kesalahan yang sama. Karenanya dapat dikatakan bahwa punishment adalah alternatif terakhir setalah metode nasehat dan peringatan tidak berhasil memperbaiki peserta didik.[16]

`tB uä!%y` ÏpuZ|¡ptø:$$Î/ ¼ã&s#sù çŽô³tã $ygÏ9$sWøBr& ( `tBur uä!%y` Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ Ÿxsù #tøgä žwÎ) $ygn=÷WÏB öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÊÏÉÈ  
Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al An'am: 160)

      Prinsip keadilan tuhan yang terlihat pada ayat diatas menunjukkan bagaimana kejahatan atau dalam perspektif pendidikan Islam, kesalahan atau kelalaian, memperoleh balasan dan hukuman yang propesional.










     













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari seluruh rangkaian proses pendidikan Islam adalah pengabdian kepada Allah swt. Tujuan tidak lain untuk memperoleh ridha-Nya. Tujuan-tujuan duniawi yang baik hanyalah tujuan antara yang tidak boleh membuat penuntut ilmu tersesat dan memandangnya sebagai tujuan utama. Ilmu pengetahuan dibutuhkan karena hanya orang berilmulah yang bisa dengan baik melaksanakan perintah Tuhan serta menjauhi laatangan-Nya.
Dalam upaya mencapai ilmu pengetahuan tersebut, manusia akan senantiasa dihadapkan kepada berbagai cobaan. Terkadang cobaan datang dalam wujud yang menyenangkan dan menggembirakan hati, dan juga cobaan datang dalam bentuk yang menyusahkan dan membutuhkan kesabaran dalam menghadapinya. Itulah yang di namakan reward dan punishment.
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang baik, atau telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau tercapainya sebuah target.
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi yang dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang diyakini oleh sekolah tersebut.
Siapa yang berhasil lulus dari ujian tersebut maka termasuklah dia kepada seseorang yang berkualitas imannya.







DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib  dan, Muhaimin, 1993, Pemikiran Pendidikan Islam,Bandung: TriGenda Karya.
Al Rasyidin, 2008,  Falsafah Pendidikan Islam,Cipta Pustaka Perintis, Bandung, Cet. I.
Aly ,Hery Noer , 1999,  Ilmu Pendidikan Islam ,Ciputat : Logos.
Indrakusuma , Amir Daien, 1973, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasion.
Istadi ,Irawati, 2002, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti ; Jakarta.
Kosim , Muhammad, 2008, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Padang Ekspres.
Mas’ud ,Abdurrahman, 1999,  Reward and Punishment dalam Pendidikan Islam, Jurnal Media, Edisi 28, Th. IV, November.
Mursa , Muhammad Munir, 1977,  Al-Tarbiyah al-Islamiyah : Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-‘Arabiyyah Cairo : ‘Alam al-Kutub.
Nizar ,Samsul (ed.), 2007, Sejarah Pendidikan Islam , Jakarta : Kencana.
Purwanto ,M. Ngalim, 2006, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Salminawati, Diktat Filsafat Pendidikan Islam, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiah IAIN Sumatera Utara, Medan.
Siddik ,Dja’far, 2006, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Cita pustaka Media.
Zeeno ,Muhammad Jameel, 2005,  Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan Petujuk Al-Qur’andan Teladan Nabi Muhammad, Jakarta ; Hikmah.









[1]Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Cita pustaka Media,206) .hal. 144
[2] M. NgalimPurwanto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 182.
[3] Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, (Padang Ekspres, Senin, 09 Juni 2008). hal. 1
[4] Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hal. 147.
[5] Muhammad Kosim, Op.cit. hal. 1
[6] Muhammad Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan Petujuk Al-Qur’andan Teladan Nabi Muhammad, (Jakarta ; Hikmah, 2005), hal. 114
[7] Irawati Istadi, Mendidik dengan Cinta, (Pustaka Inti ; Jakarta, 2002). hal. 93
[8] M. Ngalim Purwanto, Op.cit, hal 186
[9] Abdurrahman Mas’ud, Reward and Punishment dalam Pendidikan Islam, (Jurnal Media, Edisi 28, Th. IV, November, 1999), hal. 23.
[10] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, (Cipta Pustaka Perintis, Bandung, 2008, Cet. I), hal, 95.
[11]  Salminawati, Diktat Filsafat Pendidikan Islam, ( Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiah IAIN Sumatera Utara, Medan),hal,154.                                 
[12] Ibid, hal. 158-159
[13] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam,(Bandung: TriGenda Karya, 1993), h. 276
[14] Samsul Nizar (ed.), Sejarah Pendidikan Islam , (Jakarta : Kencana, 2007), hal. 22.

[15] Muhammad Munir Mursa, Al-Tarbiyah al-Islamiyah : Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-‘Arabiyyah (Cairo : ‘Alam al-Kutub, 1977), hal. 55

[16] Hery Noer Aly , Ilmu Pendidikan Islam (Ciputat : Logos, 1999) hal. 200-202


2 komentar: