Makalah
KESETARAAN
GENDER DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas dan diseminarkan pada Mata Kuliah
Studi al-Quran

Disusun
Oleh :
DTM
AYUB AZHARI
3003183056
SEM/PRODI
: III – S2 / PENDIDIKAN ISLAM (PEDI-A)
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUMATERA
UTARA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Salah satu tema sentral sekaligus
prinsip pokok ajaran Islam adalah prinsip egalitarian yakni persamaan antar
manusia, baik laki-laki dan perempuan maupun antar bangsa, suku, dan keturunan.
Dan juga manusia diturunkan ke Bumi sebagai khalifih untuk memimpin baik
dirinya sendiri maupun orang lain. Konteks khalifatullâh fî al-ardh secara terminologis, berarti “kedudukan
kepemimpinan”.1Ini berarti bahwa semua manusia, baik
laki-laki maupun perempuan diamanatkan menjadi pemimpin. Namun demikian, bila
dicermati lebih lanjut ternyata ada nash Al- Qur’an maupun hadis yang
kelihatannya berdimensi maskulin, dan secara sepintas menyorot masalah misogoni. Sementara
ajaran Islam, diyakini sebagai rahmat untuk semua manusia tanpa membedakan jenis kelamin.
Sementara itu peran serta perempuan
semakin dibutuhkan dalam berbagai lini kehidupan termasuk pada bidang hukum.
Untuk itulah tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang ”Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesetaraan
Gender
1.
Gender
Secara etimologi, kata gender adalah kata serapan yang berasal dari
bahasa Inggris, yakni gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia berarti jenis
kelamin.[1] Meskipun
mempunyai arti yang seolah sama dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris
kata gender sesungguhnya tidaklah sesederhana pengertian jenis kelamin secara
fisik. Namun ia lebih kepada karakter atau sifat yang melekat pada manusia baik
laki-laki ataupun perempuan.
Dalam Webster's New World Dictionary, gender berarti perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.[2] Ini berarti makna gender lebih kepada makna
abstrak daripada ciri fisik. Dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan
bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.[3] Sedangkan
Hilary M. Lips memaknai gender sebagai anggapan-anggapan yang lahir dari
kebiasaan (kebudayaan) terhadap wanita ataupun pria (cultural expectations for
women and men).[4]
Sejalan dengan pendapat seorang feminis, Linda L. Lindsey, bahwa semua ketetapan masyarakat
tentang penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk
bidang kajian gender (what a given society defines as masculine or feminin
is a component of gender).[5]
2. Kesetaraan
Gender
Kesetaraan
Gender/Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap
laki–laki dan perempuan. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai
dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki–laki maupun perempuan.
Sehingga dengan hal ini setiap orang memiliki akses, kesempatan berpartisipasi,
dan control atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan tersebut.Teori tentang kesetaraan gender terbagi dalam beberapa
kajian teori diantaranya adalah :[6]
a) Teori
Nurture
Menurut teori nurture, adanya
perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.Perbedaan
tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan
konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang konsen
memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung
mengejar “kesamaan” yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect
equality).[7]
b) Teori
Nature
Menurut teori nature,
adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat
berubah dan bersifat universal.Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan
implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang
berbeda.Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat
sesuai dengan fungsinya masing-masing.Dalam kehidupan sosial, ada pembagian
tugas (division of labour), begitu pula dalam kehidupan keluarga karena
tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandani oleh dua nakhoda. Talcott Persons dan
Bales (1979) berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang
memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling
membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi
pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal
ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam
keluarga.[8]
c) Teori
Equilibrium
Disamping kedua aliran
tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium)
yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara
perempuan dan laki-laki.Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum
perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan
keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa.[9]
B.
Kesetraan
Gender dalam Al-Quran
Di
dalam al-Qur’an menunjukkan adanya kesetraan gender / keadilan gender, antara
lain :
1. Laki-laki
dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam,
a) surat
al-Hujurat (49): 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.[10]
(Q.S. al-Hujarat : 13)
b) Surat
al-Nahl (16): 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.[11] (Q.S.
al-Nahl : 97)
2. Laki-laki
dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam,
a) Surat
al-Baqarah (2): 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.[12]"(Q.S
al-Baqarah: 30)
3. Laki-laki
dan perempuan menerima perjanjian primordial seperti terlihat di dalam,
1. surat
al-A’raf (7): 172;
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا
بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا
غَافِلِينَ
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).[13]”
(Q.S. al-A’raf: 172)
4. Adam
dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam,
1. Surat
al-A’raf (7): 23
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya:
“Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.[14]”
(Q.S al-A’raf : 23)
5. Laki-laki
dan perempuan berpotensi meraih prestasi seperti yang terlihat dalam,
1. Surat
Ali ‘Imran (3): 195
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ
عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ
هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا
لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ
الثَّوَابِ
Artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.[15]"
(Q.S Ali’Imran : 195)
2. Surat al-Nisa’ (4): 124
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita
sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikitpun.[16]”
(al-Nisa’ : 124)
3. Surat
al-Nahl (16): 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.[17]”
(Q.S al-Nahl : 97)
C.
Prinsip-Prinsip
Kesetaraan Gender
Prinsip-prinsip
Kesetaraan Gender ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar
dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Laki-laki
dan perempuan sama-sama hamba Allah
Salah satu tujuan penciptaan manusia
adalah untuk menyembah kepada Tuhan, Dalam kapasitas manusia sebagai hamba,
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal
ibadahnya, maka itulah mendapat pahala yang besar tanpa harus melihat dan
mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya mempunyai potensi
dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an
biasa diistilahkan dengan orangorang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat muttaqûn ini tidak dikenal adanya perbedaan
jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.[18]
2.
Laki-Laki
dan Perempuan sebagai khalifah di bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di
muka bumi ini adalah, disamping untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi
kepada Allah Swt. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai
khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi,
sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.[19]
3.
Laki-laki
dan Perempuan menerima perjanjian primordial
Laki-laki dan perempuan sama-sama
mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Menurut Fakhr
al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak
berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat.
Tidak ada seorang pun yang mengatakan “tidak”14.
Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini,
yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia. Dengan demikian
dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Lakilaki dan
perempua sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[20]
4.
Adam
dan Hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis
Semua ayat yang menceritakan tentang
drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai
keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan
kata ganti untuk dua orang (huma), seperti dapat dilihat dalam beberapa
kasus berikut ini : Pertama, Keduanya
diciptakan di surga dan menafaatkan fasilitas surga. Kedua, mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan. Ketiga, sama-sama memakan buah khuldi
dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi. Keempat,
Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan. Kelima, Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan
saling melengkapi dan saling membutuhkan. Keenam,
Laki-laki dan perempuan Berpotensi Meraih Prestasi.[21]
D. Implikasi
Kesetaraan Gender dalam Hukum Islam
Implikasinya
kesetaran gender dan dalam hukum Islam antara lain dapat terlihat pada hal
berikut:
1.
Terjadinya
transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi
antara laki-laki dan perempuan dalam teks al-Qur’an maupun hadis. Seperti pada
hukum poligami dan kewarisan dalam Islam.
2.
Terjadinya
Transformasi pemikiran di bidang profesi seperti hakim perempuan dan profesi
lainnya yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki (kepemimpinan).
3.
Menjadi
sumber inspirasi munculnya peratuan perundang-undangan yang memihak pada
kepentingan perempuan.Hal tersebut dimungkinkan karena selama ini disadari atau
tidak masih terdapat produk hukum di negara ini yang kurang mengakomodir kepentingan
dan keadilan bagi kaum perempuan.[22]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tetang kesetaraan gender dalam
al-Qur’an, maka dapat disimpulkan, antara lain sebagai berikut :
1.
Dalam kata gender berarti perbedaan
yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
laku, tidak semata-mata gender diartikan sebagai kelamin dan sex.
2.
Pada defenisi Kesetaraan Gender/Keadilan
gender dari beberapa teori menjelaskan bahwa kesetaraan gender merupakan suatu
proses dan perlakuan adil terhadap laki–laki dan perempuan.
3.
al-Qur’an menjelaskan tentang kesetraan
gender tersebut secara jelas bahwa, di dalam al-Qur’an, laki-laki dan perempuan
sebagai hamba dan laki-laki dan perempuan sebagai khalifak di Bumi.
4.
Prinsip-prinsip
Kesetaraan Gender ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar
dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
5.
Pada
implikasi kesetaraan gender hukum Islam bahwa laki-laki dan perempuan saling
membantu dan mendukung satusama lain dalam menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran
sesuai dengan perkembangan situasi dan zaman serta tempat dimana mereka berada.
DAFTAR
PUSTAKA
Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut:
Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV
Helen Tierney (Ed.), Women's Studies
Encyclopedia Vol. I (NewYork: Green Wood Press)
Hilary M. Lips, Sex & Gender an
Introduction (California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/eny-kusdarini-shmhum/ppm-keadilan-dan-kesetaraan-gender.pdf
KBBI
V 0.2.1 Beta (21).
Linda L. Lindsey, Gender Roles a
Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1990)
Rudi Aldianto, Kesetaraan Gender Masyarakat Transmigrasi
Etnis Jawa Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume III No. 1 Mei 2015
Sarifa Suhra, Kesetaraan Gender Dalam
Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam, Jurnal Al-Ulum
Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013
Victoria Neufeldt (ed.), Webster's New
World Dictionary (New York: Webster's New World Cleveland,1984)
[1] KBBI V 0.2.1 Beta (21).
[2] Victoria Neufeldt
(ed.), Webster's New World Dictionary (New York: Webster's New World
Cleveland,1984), h.561.
[3] Helen Tierney
(Ed.), Women's Studies Encyclopedia Vol. I (NewYork: Green Wood Press),
h. 153.
[4]
Hilary M. Lips, Sex &
Gender an Introduction (California, London, Toronto: Mayfield Publishing
Company, 1993), h. 4.
[5]
Linda L. Lindsey, Gender
Roles a Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1990), h. 2.
[6]
Rudi Aldianto, Kesetaraan Gender Masyarakat
Transmigrasi Etnis Jawa Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume III No.
1 Mei 2015, hal. 89
[7]
Ibid, hal. 89
[8]
Ibid, hal. 89
[9]
Ibid, hal. 90
[18]
Sarifa Suhra,
Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan
Implikasinya Terhadap Hukum Islam, Jurnal
Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013,hal. 379-380
[19]
Ibid, hal. 380
[20] Fakhr al-Razi, al-Tafsîr
al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV, h. 402.
[21]
Sarifa suhra,...hal, 379-387
[22]
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/eny-kusdarini-shmhum/ ppm-keadilan-dan-kesetaraan-gender.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar