Jumat, 25 Oktober 2019

Kesetaraan Gender dalam Perspektif al-Quran, UIN SUMATERA UTARA MEDAN

Makalah
KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF 
AL-QUR’AN
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dan diseminarkan pada Mata Kuliah Studi al-Quran












Disusun Oleh :
DTM AYUB AZHARI
3003183056



SEM/PRODI : III – S2 / PENDIDIKAN ISLAM (PEDI-A)


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2019



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu tema sentral sekaligus prinsip pokok ajaran Islam adalah prinsip egalitarian yakni persamaan antar manusia, baik laki-laki dan perempuan maupun antar bangsa, suku, dan keturunan. Dan juga manusia diturunkan ke Bumi sebagai khalifih untuk memimpin baik dirinya sendiri maupun orang lain. Konteks khalifatullâh fî al-ardh secara terminologis, berarti “kedudukan kepemimpinan”.1Ini berarti bahwa semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan diamanatkan menjadi pemimpin. Namun demikian, bila dicermati lebih lanjut ternyata ada nash Al- Qur’an maupun hadis yang kelihatannya berdimensi maskulin, dan secara sepintas menyorot masalah misogoni. Sementara ajaran Islam, diyakini sebagai rahmat untuk semua manusia tanpa membedakan jenis kelamin.
Sementara itu peran serta perempuan semakin dibutuhkan dalam berbagai lini kehidupan termasuk pada bidang hukum. Untuk itulah tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang ”Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an”.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesetaraan Gender
1.      Gender
Secara etimologi, kata gender adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris, yakni gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia berarti jenis kelamin.[1] Meskipun mempunyai arti yang seolah sama dalam bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris kata gender sesungguhnya tidaklah sesederhana pengertian jenis kelamin secara fisik. Namun ia lebih kepada karakter atau sifat yang melekat pada manusia baik laki-laki ataupun perempuan.
Dalam Webster's New World Dictionary, gender berarti perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.[2]  Ini berarti makna gender lebih kepada makna abstrak daripada ciri fisik. Dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.[3] Sedangkan Hilary M. Lips memaknai gender sebagai anggapan-anggapan yang lahir dari kebiasaan (kebudayaan) terhadap wanita ataupun pria (cultural expectations for women and men).[4] 
Sejalan dengan pendapat seorang feminis,  Linda L. Lindsey, bahwa semua ketetapan masyarakat tentang penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what a given society defines as masculine or feminin is  a component of gender).[5] 
2.      Kesetaraan Gender
Kesetaraan Gender/Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki–laki dan perempuan. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi baik terhadap laki–laki maupun perempuan. Sehingga dengan hal ini setiap orang memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan control atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan tersebut.Teori tentang kesetaraan gender terbagi dalam beberapa kajian teori diantaranya adalah :[6]
a)      Teori Nurture
Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda.Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung mengejar “kesamaan” yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality).[7]
b)      Teori Nature
Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal.Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda.Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing.Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), begitu pula dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandani oleh dua nakhoda. Talcott Persons dan Bales (1979) berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga.[8]


c)      Teori Equilibrium
Disamping kedua aliran tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki.Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa.[9]
B.     Kesetraan Gender dalam Al-Quran
Di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya kesetraan gender / keadilan gender, antara lain :
1.      Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam,
a)      surat al-Hujurat (49): 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.[10] (Q.S. al-Hujarat : 13)
b)      Surat al-Nahl (16): 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.[11] (Q.S. al-Nahl : 97)
2.      Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Hal ini bisa dilihat misalnya dalam,
a)      Surat al-Baqarah (2): 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.[12]"(Q.S al-Baqarah: 30)
3.      Laki-laki dan perempuan menerima perjanjian primordial seperti terlihat di dalam,
1.      surat al-A’raf (7): 172;
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).[13]” (Q.S. al-A’raf: 172)
4.      Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis. Kejelasan ini terlihat dalam,
1.      Surat al-A’raf (7): 23
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: “Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.[14]” (Q.S al-A’raf : 23)
5.      Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi seperti yang terlihat dalam,
1.      Surat Ali ‘Imran (3): 195
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.[15]" (Q.S Ali’Imran : 195)
2.       Surat al-Nisa’ (4): 124
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.[16]” (al-Nisa’ : 124)
3.      Surat al-Nahl (16): 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.[17]” (Q.S al-Nahl : 97)
C.    Prinsip-Prinsip Kesetaraan Gender
Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Laki-laki dan perempuan sama-sama hamba Allah
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan, Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka itulah mendapat pahala yang besar tanpa harus melihat dan mempertimbangkan jenis kelaminnya terlebih dahulu. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orangorang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat muttaqûn ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.[18]
2.      Laki-Laki dan Perempuan sebagai khalifah di bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, disamping untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah Swt. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab sebagai hamba Tuhan.[19]
3.      Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian primordial dengan Tuhan. Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorang pun yang mengatakan “tidak”14. Dalam Islam, tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia. Dengan demikian dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Lakilaki dan perempua sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.[20]
4.      Adam dan Hawa, terlibat secara aktif dalam drama kosmis
Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (huma), seperti dapat dilihat dalam beberapa kasus berikut ini : Pertama, Keduanya diciptakan di surga dan menafaatkan fasilitas surga. Kedua, mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan. Ketiga, sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat jatuh ke bumi. Keempat, Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan. Kelima, Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling melengkapi dan saling membutuhkan. Keenam, Laki-laki dan perempuan Berpotensi Meraih Prestasi.[21]
D.    Implikasi Kesetaraan Gender dalam Hukum Islam
Implikasinya kesetaran gender dan dalam hukum Islam antara lain dapat terlihat pada hal berikut:
1.      Terjadinya transformasi pemikiran hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam teks al-Qur’an maupun hadis. Seperti pada hukum poligami dan kewarisan dalam Islam.
2.      Terjadinya Transformasi pemikiran di bidang profesi seperti hakim perempuan dan profesi lainnya yang umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki (kepemimpinan).
3.      Menjadi sumber inspirasi munculnya peratuan perundang-undangan yang memihak pada kepentingan perempuan.Hal tersebut dimungkinkan karena selama ini disadari atau tidak masih terdapat produk hukum di negara ini yang kurang mengakomodir kepentingan dan keadilan bagi kaum perempuan.[22]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tetang kesetaraan gender dalam al-Qur’an, maka dapat disimpulkan, antara lain sebagai berikut :
1.      Dalam kata gender berarti perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku, tidak semata-mata gender diartikan sebagai kelamin dan sex.
2.      Pada defenisi Kesetaraan Gender/Keadilan gender dari beberapa teori menjelaskan bahwa kesetaraan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki–laki dan perempuan.
3.      al-Qur’an menjelaskan tentang kesetraan gender tersebut secara jelas bahwa, di dalam al-Qur’an, laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan laki-laki dan perempuan sebagai khalifak di Bumi.
4.      Prinsip-prinsip Kesetaraan Gender ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
5.      Pada implikasi kesetaraan gender hukum Islam bahwa laki-laki dan perempuan saling membantu dan mendukung satusama lain dalam menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai dengan perkembangan situasi dan zaman serta tempat dimana mereka berada.




DAFTAR PUSTAKA
Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV
Helen Tierney (Ed.), Women's Studies Encyclopedia Vol. I (NewYork: Green Wood Press)
Hilary M. Lips, Sex & Gender an Introduction (California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993)
KBBI V 0.2.1 Beta (21).
Linda L. Lindsey, Gender Roles a Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1990)
Rudi Aldianto,  Kesetaraan Gender Masyarakat Transmigrasi Etnis Jawa Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume III No. 1 Mei 2015
Sarifa Suhra, Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam, Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013
Victoria Neufeldt (ed.), Webster's New World Dictionary (New York: Webster's New World Cleveland,1984)



[1] KBBI V 0.2.1 Beta (21).
[2] Victoria Neufeldt (ed.), Webster's New World Dictionary (New York: Webster's New World Cleveland,1984), h.561.
[3] Helen Tierney (Ed.), Women's Studies Encyclopedia Vol. I (NewYork: Green Wood Press), h. 153.

[4] Hilary M. Lips, Sex & Gender an Introduction (California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993), h. 4.
[5] Linda L. Lindsey, Gender Roles a Sociological Perspective (New Jersey: Prentice Hall, 1990), h. 2.
[6] Rudi Aldianto,  Kesetaraan Gender Masyarakat Transmigrasi Etnis Jawa Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi Volume III No. 1 Mei 2015, hal. 89

[7] Ibid, hal. 89
[8] Ibid, hal. 89
[9] Ibid, hal. 90
[10] surat al-Hujurat (49): 13
[11] Surat al-Nahl (16): 97

[12] Surat al-Baqarah (2): 30

[13] Surat al-A’raf (7): 172
[14] Surat al-A’raf (7): 23

[15] Surat Ali ‘Imran (3): 195

[16] Surat al-Nisa’ (4): 124
[17] Surat al-Nahl (16): 97

[18] Sarifa Suhra, Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Hukum Islam, Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013,hal. 379-380
[19] Ibid, hal. 380
[20] Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV, h. 402.
[21] Sarifa suhra,...hal, 379-387

Tidak ada komentar:

Posting Komentar